YOGYAKARTA –Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Prof. drh. M. Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD melontarkan gagasan mengenai pembentukan Food Bank atau Bank Lumbung Pangan (disingkat Balungan).
Damanik menyampaikan hal tersebut saat mengunjungi Center of Excellence Kampung Keluaga Berkualitas Desa Bugel, Kecamatan Panjatan Kulon Progo pada Kamis (23/2). Rizal Damanik didampingi Kepala Pusat Pelatihan dan Kerja Sama Internasional KKB Ukik Kusuma Kurniawan beserta Jajaran, dan diterima oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kulon Pprogo Drs. Ariadi MM dan Kepala Desa Bugel Sunardi. Dari Perwakikan BKKBN DIY hadir Korbid Latbang Joehananti Chriswandari.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, BKKBN diberikan amanah oleh Presiden RI sebagai koordinator percepatan penurunan stunting di Indonesia. Dengan target yang harus dicapai yaitu angka 14 persen pada tahun 2024. Berdasarkan data SSGI tahun 2022 angka stunting Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 21,6 persen. Untuk mencapai angka 14 persen pada tahun 2024 memerlukan upaya yang serius dan juga memerlukan berbagai strategi dan inovasi.
“Salah satu inovasi yang bisa diterapkan adalah Food Bank,” terang Damanik.
Hal ini mengingat Indonesia adalah negara agraris namun belum memiliki food management yang baik.
“Indonesia adalah negara yang kaya akan hasil pertanian. Sayangnya banyak hasil pertanian yang terbuang sia-sia karena tidak memenuhi standar pasar, padahal dapat dikonsumsi dan bergizi.” kata Damanik.
Selanjutnya, pasar tradisional juga merupakan tempat dimana banyak sayur-mayur yang terbuang, misalnya karena sudah layu. Sedangkan restoran, hotel dan lain sebagainya merupakan kontributor banyaknya bahan makanan layak yang terbuang.
Sebagai negara pertanian yang belum begitu maju dalam produksi, penangananan dan pengolahan paska panen, serta distribusi dan konservasi hasil pertanian tanaman pangan maka Indonesia masih menghadapi masalah pokok berupa food loss dan food waste.
Food loss adalah hilangnya manfaat bahan makanan yang terjadi pada posisi awal dalam rantai pasokan, sebelum makanan mencapai konsumen. Food loss bisa terjadi saat proses cocok tanam, pasca panen, pemrosesan, atau transportasi.
Artinya sebelum mencapai konsumen bahan pangan mengalami kehilangan manfaat sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi sehingga terbuang atau terpaksa dibuang.
Kehilangan manfaat bisa terjadi karena gagal panen, penanganan paska panen dan pengolahan yang buruk, atau bisa juga karena harga jatuh sehingga hasil pertanian sengaja tidak dipanen dan dibiarkan busuk karena ongkos panen dan distribusi lebih mahal dari harga jual.
Sedangkan food waste (sampah makanan) atau bisa disebut juga pemborosan makanan adalah hilangnya manfaat bahan pangan yang terjadi di ujung rantai pasokan atau sudah sampai kepada konsumen, baik konsumen langsung (rumah tangga) maupun para produsen/pengolah makanan. Sebagai contoh produsen makanan yang memiliki stok beberapa jenis bahan baku, namun karena kurangnya permintaan pasar atas salah satu jenis produknya sehingga ada bahan baku yang tidak terpakai atau sisa sehingga harus dibuang karena tidak layak dikonsumsi lagi.
Bagi warga Kampung Keluarga Berencana Desa Bugel yang sebagian besar warganya bergerak di bidang pertanian sebagai petani maupun pedagang dan pengolah bahan pangan, baik food loss maupun food waste merupakan ancaman yang seringkali tidak disadari.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah food waste atau makanan yang terbuang terbanyak di dunia. Ironisnya pada waktu yang bersamaan, masih banyak orang-orang yang kekurangan gizi atau mengalami malnutrisi. Indonesia turut menyumbang food waste yang besar. Jumlah makanan terbuangt tersebut semestinya dapat menghidupi jutaan warga Indonesia dan juga dapat mengatasi permasalahan kelaparan, malnutrisi termasuk juga stunting.
Gagasan Bank Lumbung Pangan atau Balungan yang dilontarkan Damanik adalah program kegiatan mengumpulkan dan melakukan distribusi makanan berlebih kepada keluarga yang membutuhkan, khususnya keluarga berisiko stunting, sebagai upaya mengatasi kekurangan asupan makanan pada sebagian masyarakat dan pemenuhan gizi seimbang melalui sistem gotong royong dan dukungan multisektor. Proyek Balungan ini memiliki tujuan yaitu : 1) Meminimalkan ancaman kurang gizi masyarakat dengan memastikan ketersediaan makanan dimulai dari lingkup terkecil, di tingkat desa; dan 2) Menjembatani antara kelebihan dan kekurangan makanan dimulai dari lingkup terkecil (antar keluarga).
Terdapat lima pendekatan yang digagas dalam program Balungan, yaitu : 1) Berbasis Pertanian (ON FARM); 2) Berbasis makanan terbuang tapi masih layak konsumsi (ON WASTE); 3) Berbasis Pasar (ON MARKET); 4) Berbasis Kader (ON CADRE); dan 5) Berbasis Masjid (ON MOSQUE).
Dalam Diskusi terungkap bahwa Kader di Desa Bugel telah melakukan pengumpulan sisa sayuran di pasar, dan juga mendapatkan bantuan dari tempat pelelangan ikan, namun tidak rutin dan belum terorganisir. Sehingga diharapkan dengan adanya program Balungan ini sebagai wadah, kontribusi dari berbagai pihak bisa berkesinambungan dan lebih terorganisir. Dalam kesempatan yang sama, Lurah Desa Bugel Sunardi juga menyambut baik Balungan ini dan menyatakan siap mendukung.
Pada sambutan penutupan diskusi, Kepala Dinas Pemberdayaan dan Desa Pengendalian Penduduk dan KB Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Ariadi menyambut baik gagasan program Balungan.
“Sosialisasi terkait Balungan ini merupakan ilmu baru bagi kami, khususnya bagaimana jangan sampai bahan makanan atau makanan menjadi mubazir, namun bisa dimanfaatkan oleh banyak orang, dan siap mendukung konsep ini,” tutup Ariadi.
Tampak hadir dalam Sosialisasi dan Focus Group Discussion ini ini Jajaran Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kulon Progo, Perwakilan BKKBN Provinsi DIY, perangkat Desa Bugel, Para Tokoh Agama dan Pengelola Masjid, Pengelola dan Pokja Kampung KB Desa Bugel, Kader TPK Stunting, serta PKB dan PLKB setempat.(DSY/AP)